Monday, June 9, 2014

NASIR AL- DIN TUSI (Laporan 12)

Kehidupannya
Khawajah Nasir al-Din abu Ja’far Muhammad ibn Muhammad ibn Hasan dilahirkan di Tous, Khorasan, Iran pada 16 Februari 1201 atau 11 Jumadil awal 597 H. Ia lahir pada awal abad ke 13 M ketika dunia Islam tengah mengalami masa-masa sulit. Karena pada masa itu tentara mongol yang begitu kuat menginvasi wilayah kekuasaan Islam yang luas. Kota-kota Islam dihancurkan dan penduduknya dibunuh. Tusi pindah ke Baghdad, di sana ia belajar tentang ilmu pengobatan dan filsafat.  Ia adalah seorang sarjana yang mahir, ahli matematika, astronomi dan politisi Syi’ah pada masa penyerangan bangsa Mongol atas Para Pembunuh dan Khalifah, lahir di Tus pada tahun 597 H/1201 M. Tusi memulai karir sebagai ahli astronomi pada Nasir al-Din ‘abd al-Rahim, Gubernur dari benteng gunung Isma’iliah Quhistan. Pada tahun 654 H/1256 M, dia “menyerahkan” penguasa pembunuh terakhir Rukn al-Din Khurshah ke tangan Hulagu dan kemudian menjadi teman Hulagu sebagai penasihat tepercaya sampai ditaklukannya Baghdad pada tahun 657 H/1258 M.
Observatorium Maraghah
Pada tahun 1259 M, Tusi mendirikan Observatorium Maraghah, yakni suatu majlis yang hebat yang terdiri atas orang-orang pandai dan terpelajar dengan membuat rencana khusus untuk pengajaran ilmu-ilmu filsafat.  Observatorium itu berada di Maraghah, Azarbaijan, pada tahun 657 H/1259 M dan mulai beroperasi pada tahun 1262 M. pembangunan dan operasionalnya melibatkan sarjana dari Persia dan dibantu oleh astronomi dari Cina. Tusi juga menyusun tabel-tabel astronomisnya yang disebut Zij al-Ikhani yang menjadi terkenal ke seluruh Asia, bahkan sampai ke Cina. Observatorium ini juga penting dalam tiga hal :
1.      Merupakan observatorium pertama yang banyak didukung, sehingga dapat membuka pintu bagi komersialisme observatorium di masa mendatang.
2.      Tusi membuat observatorium Maraghah menjadi suatu “majlis yang hebat” yang terdiri atas orang-orang pandai dan terpelajar.
3.      Observatorium itu dihubungkan dengan sebuah perpustakaan besar tempat disimpannya khazanah pengetahuan yang tak terusakkan.
Tusi tetap berpengaruh di bawah Abaqa, pengganti Hulagu, tanpa mendapat rintangan sampai dia meninggal pd tahun 672 H/1274M.
Karya-karyanya
Tusi lebih pantas disebut sebagai sarjana yang mahir daripada seorang ahli pikir yang kreatif. Sementara karya-karyanya kebanyakan bersifat eklektis (memilih dari berbagai sumber), kepandaiannya yang beragam sungguh mengagumkan. Minatnya yang banyak dan berjenis-jenis mencakup pada filsafat, matematika, astronomi, fisika, ilmu pengobatan, mineralogi, musik, sejarah, kesusastraan dan dogmatik. Karya-karyana ialah sebagai berikut :
      Asas al-Iqtibas  (logika)
      Mantiq al-Tajrid  (logika)
      Ta’dil al-Mi’yar  (logika)
      Tajrid al-‘Aqa’id  (dogmatik)
      Qawa’id al-“Aqa’id  (dogmatik)
      Risaleh-i I’tiqadat  (dogmatik)
      Akhlaq-i Nasiri  (etika)
      Ausaf al-Asyaraf  (etika sufi)
      Risaleh dar Ithbat-i Wajib (metafisik)
      Itsbat-i Jauhar al-Mufariq (metafisik) , dan masih banyak lagi.
Akhlaq-I Nasiri
Kebenarannya adalah penegasan Akhlaq-i Nasiri  yang ditulis oleh Tusi semata-mata merupakan terjemahan dari karya ibn Miskawaih yakni Tahdzib al-Akhlaq. Disamping itu pada karya miskawaih, hanya terbatas pada penggambaran disiplin moral. Disiplin yang menyangkut urusan rumah tangga dan politikm menurut Tusi tidak terdapat pada karya tersebut. Padahal ini merupakan aspek yang sangat penting dari filsafat praktis dan tidak boleh diabaikan. Karena itulah Tusi menyusun Akhlaq-i Nasiri berdasarkan pola tersebut.
Bagian filasafat moral merupakan suatu ringkasan dan bukan suatu terjemahan dari kitab al-thaharat. Mengenai filsafat rumah tangga dan poltik, Tusi berutang banyak kepada Ibnu Sina dan al Farabi, sekalipun begitu tambahan dua bagian ini menyempurnakan filsafat praktis dalam segala detailnya. Ini menguatkan penegasan Tusi bahwa karyanya bukan hanya ditulis dengan gaya tiruan atau terjemahan tetapi benar-benar suatu upaya.

Etika
Tujuan dari filsafat etika (akhlak) Tusi ini adalah menemukan cara hidup untuk mencapai kebaikan maka dalam hal ini, manusia dituntut untuk sering berbuat baik di atas keadilan dan cinta.
Konsep Kebahagiaan
Tusi beranggapan bahwa kebahagian utama adalah tujuan moral utama, yang ditentukan oleh tempat dan kedudukan manusia di dalam evolusi kosmik dan diwujudkan lewat kesediaannya untuk disiplin dan patuh. Konsep kebahagian utama itu pada hakikatnya berbeda dengan gagasan aristotales mengenai kebahagian yang hampa akan unsur angkasa dan juga tidak menunjuk kepada kedudukan kosmik manusia. Plato beranggapan bahwa kebaikan-kebaikan menyangkut kepada kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, dan keadilan. Tusi mengambil kesimpulan yang adil dari kebudayaan akal yang praktis tanpa menyangkal pandangan Plato mengenai fungsi yang tepat dan selaras dari tiga kekuatan jiwa itu. Tidak seperti Ariestotales, tetapi seperti Ibn Miskawaih yang dimana ia menempatkan kebajikan diatas keadilan dan cinta sebagai sumber alami kesatuan.
Konsep Kejahatan
Ariestotales beranggapan kejahatan sebagai suatu kebaikan yang berlebihan, baik eksesnya maupun kerusakannya. Ibnu Miskawaih telah menyebutkan satu-satu delapan kejahatan umum yakni : kelihaian dan kebodohan, gegabah dan pengecut, pemanjaan dan pemantangan, kelaliman dan penderitaan. Tusi untuk pertama kalinya berpendapat bahwa penyimpangan bukan hanya dari segi jumlah tapi juga dari segi mutu, dan untuk penyimpangan jenis baru ini dia menamakannya perbuatan tidak wajar. Penyakit moral itu bisa di sebabkan oleh keberlebihan, kekurangan dan kewajaran akal
Konsep Kebodohan
Dengan menggunakan teori tiga sebab-akibat penyakit jiwa itu, Tusi menggolongkan penyakit-penyakit fatal akan teoritis menjadi kebingungan, kebodohan sederhana, kebodohan fatal.
1.      Kebingungan
Kebingungan disebabkan oleh ketidakmampuan jiwa untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah dikarenakan adanya bukti yang saling bertentangan dan argumentasi yang kacau, untuk dan terhadap masalah yang kontroversial. Tusi menyarankan agar orang yang mengalami kebingungan pertama-tama disadarkan bahwa penegasaan dan penyangkalan bersifat eksklusif. Dimana ia tidak dapat mermaujud dalam suatu benda pada waktu yang sama. Jika suatu hal benar, ia tidak mungkin akan salah. Namun apabila ia salah, ia tidak mungkin benar.
2.      Kebodohan Sederhana
Kebodohan sederhana adalah terdapat pada kekurangtahuan manusia akan sesuatu hal tanpa mengira bahwa dia sudah mengetahuinya. Hal semacam itu merupakn suatu keadaan yang bisa dijadikan titik tolak untuk mencari pengetahuan, tapi sangatlah fatal kalau merasa puas dengan keadaan begitu. Ini bisa disembuhkan dengan jalan menunjukan fakta.
3.      Kebodohan fatal
Kebodohan fatal adalah kekurangtahuan manusia akan sesuatu hal dan dia merasa mengetahui hal itu. Walaupun dai bodoh , dia tidak tahu bahwa dia memang bodoh. Menurut Tusi, penyakit ini adalah penyakit yang hampir tidak bisa di sembuhkan, tetapi dengan upaya keras matematika kemungkinan penyakit ini bisa di tekan kefatalannya menjadi kebodohan sederhana.
Konsep Ketakutan
Tusi menganggap ketakutan sebagai bagian dari tiga penyakit kemarahan yang menonjol dari segi keberlebihan. Dalam analisisnya, terutama pada ketakutan akan kematian  ia menjelaskan secara terperinci mengenai tujuh kesesuaian serta sepuluh sebab kemarahan. Dan dia mengikuti pendapat Ibnu Miskawaih. Meski bukan seorang sufi, dia mendorong agar tasawuf dibahas secara rasional. Dia menggolongkan menjadi 6 tahap. Dan setiap tahap memiliki penrnyataan moral sendiri, kecuali tahap keenam. Tahapnya yakni:
Tahap pertama
Tahap persiapan untuk perjalanan mistis, yang mensyaratkan keyakinan kepada tuhan dan senantiasa tetap pada keyakinan itu, keteguhan kemauan, kejujuran, perenungan akan tuhan dan ketulusan hati.
Tahap kedua
Terdiri atas penolakan terhadap hubungan hubungan duniawi yang menghalangi jalan mistis tersebut. Ada enam pokok penting dari tahap ini yakni : menyesali dosa, menghindari dari berkehendak, tidak nafsu terhadap harta, keras terhadap hasrat tak rasional, menghitung-hitung kebaikan dan kejahatan, keselarasan antara tindakan dan niat dan kesalehan.
Tahap Ketiga
Pejalanan mistis di tandai dengan penyedirian, perenungan, ketakutan dan kesedihan, ketabahan, dan kebersyukuran kapada Tuhan.
Tahap Keempat
Mencakup pengalaman sang penjalan sebelum mencapai tujuannya, yaitu bakti kepada Tuhan, keimanan yang tak tergoyahkan kepada tuhan dan ketenangan jiwa.
Tahap Kelima
Berpasrah diri kepada tuhan, kepatuhan, ketundukan kepada kehendak tuhan, yakni terhadap keesaan tuhan dan upaya menunggal kepada tuhan dan peleburan diri dalam Tuhan
Tahap Keenam
Proses peleburan diri kedalam tuhan mencapaiu puncaj dan akhirnya hanyut dalam keesaan tuhan.
Ilmu Rumah Tangga
Tusi mendefinisikan rumah sebagai hubungan istimewa antara suami dan istri, orangtua dan anak, tuan dan hamba serta kekayaan dengan pemiliknya. Tujuan ilmu rumah tangga ialah untuk mengembangkan sistem disiplin yang mendorong terciptanya kesejahteraan fisik, sosial dan mental keluarga. Dimana sosok ayah sebagai pemegang kendalinya. Fungsi ayah ialah menjaga dan memperbaiki keseimbangan keluarga.
Tusi beranggapan bahwa poligami tidak dikehendaki sebab hal itu bisa mendatangkan kekacauan dalam rumah tangga. Wanita pada dasarnya lemah pikiran dan secara psikologis cemburu terhadap pasangan lain suaminya dalam merebut cinta dan kekayaannya. Tusi memberikan kelonggaran poligami kepada para raja sebab mereka memerintahkan kepatuhan tanpa syarat, tapi sebagai langkah yang bijaksana mereka di sarankan agar menghindari hal itu.
Tusi menutup pembahasan ini dengan menekankan sekali lagi pemerhatian hak-hak orang tua, sebagaimana ditetapkan oleh Islam.
Politik
Karya Farabi yang berjudul Siyasah al-Madinah dan Ara’ Ahl al-madinah al Fadhilah adalah upaya pertama untuk merumuskan secara filosofis teori politik di dunia muslim. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Karena kemampuan alamiahnya untuk berteman itu merupakan ciri khas manusia, maka kesempurnaan manusia dapat dicapai dengan menunjukan sepenuhnya watak ini terhadap sesamanya. Karena tidak satu manusia pun yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sendiri. Maka setiap orang membutuhkan bantuan dan kerjasama dari orang lain. Keinginan setiap manusia berbeda-beda dan begitu juga dengan dorongan yang membuat manusia mau bekerjasama. Perbedaan sebab-sebab kerjasam itu mendorong timbulnya pertentangan minat yang bisa mengakibatkan terjadinya penyerangan dan ketidakadilan.
Pelaksana keadilan merupakan fungsi utama pemerintahan. Ia haruslah seorang yang adil, yang menjadi penengah kedua setelah hukum Tuhan. Raja seperti itu menurut tusi merupakan wakil Tuhan di bumi dan merupakan dokter bagi kekerasan dunia. Tugas pertamanya dan paling utama adalah mengukuhkan Negara dan menciptakan rasa cinta di antara kawan-kawannya dan kebencian diantara musuh-musuhnya. Ia juga meningkatkan kesatuan antar sarjana, prajurit, petani, pedagang. Tusi menetapkan prinsip-prinsip etika perang sebagi petunjuk bagi penguasa. Musuh tidak boleh dianggap enteng serendah apapun dia. Tapi perang harus dihindari sedapat mungkin, lewat muslihat-muslihat diplomatis sekalipun tanpa harus melakukan pengkianatan
Sumber Filsafat Praktis
Menurut Tusi, perintah-perintah Al-quran diberikan kepada manusia sebagai seorang:
      Individu
      Anggota keluarga
      Penguhuni kota atau Negara
Pembagian itu menggambarkan pembagian filsafat praktis menjadi :
      Etika
      Rumah tangga
      Politik
Psikologi
Tusi mengasumsikan bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dan karena itu tidak memerlukan lagi bukti lain, lagi pula jiwa tidak bisa dibuktikan. Jiwa mempunyai sifat sebagai substansi sederhana dan immaterial yang dapat merasa sendiri. Ia mengontrol tubuh melalui otot-otot dan alat-alat perasa, tapi ia sendiri tidak dapat dirasa lewat alat-alat tubuh. Dilihat dari filosof sebelumnya, ada yang dikatakan jiwa vegetative yakni pada manusiawi dan hewani. Di luar dari itu Tusi menambah satu jiwa lagi yakni jiwa imajinatif di antara jiwa hewani dan manusiawi. Jiwa manusiawi ditandai dengan adanya akal yang menerima pengetahuan dari akal pertama. Akal itu ada dua jenis, yaitu akal teoritis dan praktis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles. Maka Tusi beranggapan bahwa akal teoritis adalah suatu potensialisme yang perwujudannya mencakup empat tingkatan, yaitu akal material, akal malaikat, akal aktif, dan akal yang diperoleh.
Metafisika
Menurut Tusi, metafisika terdiri atas dua bagian, ilmu ketuhanan dan filsafat pertama. Ilmu ketuhanan meliputi Tuhan, akal, dan jiwa. Pengetahuan mengenai alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta merupakan filsafat pertama.
Kenabian
Tusi lalu menetapkan perlunya kenabian dan kepemimpinan spiritual. Pertentangan minat serta kebebasan individu mengakibatkan tercerai-berainya kehidupan social dan ini memerlukan aturan suci dari Tuhan untuk mengatur urusan-urusan manusia. Namun, Tuhan sendiri di luar jangkauan indera, maka Dia mengutus para nabi sebagai penuntun.
Baik dan Buruk
Menurut Tusi, yang baik datang dari Tuhan, sedang yang buruk muncul sebagai kebetulan dalam perjalanan yang baik itu. Dalam dunia manusia, keburukan kadang terjadi lantaran kesalahan penilaian atau penyalahgunaan karunia Tuhan yang berupa kehendak bebas. Tuhan sendiri menghendaki kebaikan yang menyeluruh, tapi selubung indera, imajinasi, kesenangan dan pikiran menutupi pikiran kita dan mengaburkan pandangan mental kita. Akhirnya, keburukan muncul dari kebodohan, atau akibat dari cacat fisik, atau kekurangan sesuatu yang bisa mendatangkan kebaikan.
Logika
Tusi menganggap logika sebagai suatu ilmu dan suatu alat ilmu. Sebagai ilmu bertujuan memahami makna-makna dan sifat dari makna-makna yang dipahami itu. Sebagai alat ia menjadi kunci untuk memahami berbagai ilmu.
Tinjauan

Logika, metafisika, psikologi, ilmu rumah tangga dan dogmatik-nya Tusi pada dasarnya berasal dari Ibn Sina. Dari segi sejarah kedudukannya terutama adalah sebagai seorang penganjur gerakan kebangkitan kembali. Dari segi sejarah kebudayaan, bahkan kebangkitan kembali tradisi filsafat dan ilmiah terutama pada masa kejatuhan politik dan intelektual, meski ditandai dengan pengetahuan dan pengulangan yang melelahkan, tidak kurang pentingnya dibandingkan pemulaan, sehingga hal tersebut mempersiapkan landasan bagi kelahiran kembali intelektual suat bangsa.

No comments:

Post a Comment