Abu Nasr al-Farabi lahir pada tahun 258 H/870 M dan meninggal pada
tahun 339 H/950 M. Sebagai pembangun agung sistem filsafat, ia telah
membuktikan dirinya untuk berpikir dan merenung, menjauh dari kegiatan politik,gangguan
dan kekisruhan masyarakat, ia telah meninggalkan sejumlah risalah penting. Pada
tahun 1370 H/ 1950 M, seribu tahun setelah meninggalnya beberapa sarjana Turki
menemukan beberapa karyanya yang masih beerupa naskah dan memecahkan beberapa
kesulitan yang berkaitan dengan pemikirannya.
Kehidupannya
Berbeda dengan kelaziman beberapa sarjana Muslim lainnya, al-Farabi
tidak menuliskan riwayat hidupnya, dan tak seorang pun di antara para
pengikutnya merekam kehidupannya. Biografi yang agak panjang termaktub dalam Walfayat
al-A’yan-nya ibn Khalikan, tetapi banyak kelemahannya dan perlu diragukan
keasliannya.
Kehidupan al-Farabi dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu:
Pertama bermula sejak
lahir sampai ia berusia lima puluh tahun. Pada periode ini diketahui bahwa ia
lahir di Wasij, sebuah dusun dekat Farabi, di Transoziana tahun 258H/870 M.
Terlahir sebagai orang Turki, ayahnya seorang jenderal dan ia sendiri bekerja
sebagai hakim untuk beberapa lama. Pendidikan dasarnya ialah keagamaan dan
bahasa. Ibn Khalikan menyatakan al-Farabi menguasai 70 bahasa. Semasa hidupnya ia memperoleh studi rasional,
sepert matematika dan filsafat. Namun, nampaknya ia tidak puas dengan apa yang
diperoleh di kota kelahirannya, lantas ia mengembara menuntut ilmu pengetauan.
Kedua yaitu pada
usia tua hingga kematangan penuh. Baghdad sebagai pusat belajar terkemuka abad
ke 4 H/ke-10 M adalah tempat pertama ia kunjungi. Ia tertarik untuk mempelajari
logika dan diantara ahli-ahli logika disana, Abu Bisyr Matta ibn Yunus-lah
kepadanyalah al-Farabi belajar logika. Ia mengungguli gurunya hingga memperoleh
sebutan “Guru Kedua”. Al-Farabi tertarik pada pusat kebudayaan lain di Aleppo,
tempat orang-orang brilian dan para sarjana dan terdapat Istana Saif al-Daulah.
Di Istana tersebut al-Farabi tinggal, dan merupakan orang pertama terkemuka
sebagai sarjana dan pencari kebenaran.
Karya-karyanya
Bila mempercayai laporan-laporan beberapa penulis biografi, seperti
al-Qifti atau Abi Usaibi’ah, jumlah tulisannya itu ialah tujuh puluh buah
memang terbilang kecil dibandingkan para filosof semasanya. Karya-karya
al-Farabi dibagi menjadi dua, yaitu satu di antaranya mengenai logika dan yang
lainnya bidang lain. Sedangkan, karya-karya kelompok kedua menyangkut berbagai
cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, metafisika, etika dan politik.
Risalah al-Farabi bersifat ringkas dan tepat, hati-hati dalam memilih
kata-kata, dan pernyataan-pernyataan. Ungkapan-ungkapannya memiliki arti yang
menghujam, seperti salah satu risalah kecilnya yang bejudul Fusus al-Hikam.
Perhatian utamanya ialah menegaskan dasar-dasar teori dan landasan
doktrin, mempercerah kegelapan-kegelapan dan membicarakan masalah-masalah
kontroversial untuk memperoleh kesimpulan yang benar. Karya-karyaal-Farabi
tersebar luas di Timur pada abad ke-4 dan 5 H/ke-10 dan 11 M, dan mungkin
mencapai Barat.
Filsafatnya
Filsafat al-Farabi mempunyai corak dan tujuan yang berbeda. ia
adalah seorang yang logis baik dalam pemikiran, pernyataan, argumentasi,
diskusi, keterangan dan penalarannya. Dimulai dengan studi logika al-Farabi,
berikut corak dan unsur-unsur penting filsafatnya:
1. Logika. Ia menyatakan bahwa “seni logika,
umumnya, memberikan aturan-aturan, yang bila diikuti dapat memberikan
pemikiran yang besar dan mengarahkan manusia secara langsung kepada
kebenaran dan menjauhkan dari kesalahan-kesalahan”. Masalah pokok logika
ialah topik-topiknya yang membahas aturan-aturan pemahaman. Topik-topik
itu dikelompokkan menjadi delapan:
- Pengelompokkan - Topik
- Penafsiran - Sofistik
- Pengupasan
pertama - Retorik
- Pengupasan
kedua - Puisi
2. Kesatuan Filsafat.
Al-Farabi berpendapat bahwa pada hakikatnya filsafat merupakan satu kesatuan,
karena itu, para filosof besar harus menyetujui bahwa satu-satunya tujuan
adalah mencari kebenaran. Al-Farabi sangat yakin bahwa hanya ada satu aliran
filsafat yaitu aliran kebenaran. Kebenaran agama dan kebenaran filsafat secara
nyata adalah satu, meskipun secara formal berbeda. Sebenarnya, al-Farabi
menerangkan filsafat dengan cara agama dan memfilsafatkan agama, dengan
demikian dorongan keduanya ke satu arah, sehinggan keduanya bisa dipahamidan
selaras.
3. Teori Kesepuluh
Kecerdasan. Teori ini
menempatkan bagian penting dalam dilsafat Muslim; ia menerangkan dua dunia;
langit dan bumi; ia menafsirkan gejala gerakan dua perubahan. Jumlah
intelegensi adalah sepuluh, terdiri atas intelegensi pertama dan sembilan
intelegensi planet dan lingkungan, karena al-Farabi mempergunakan teori-teori
yang sama digunakan oleh ahli astronomi Yunani, terutama ptolomeus yang
berpendapat bahwa kosmos terdiri dari sembilan lingkungan yang semuanya
bergerak mengelilingi bumi secara tetap.
4. Teori Tentang Akal.
Al-Farabi mengelompokkan akal menjadi akal praktis, yaitu yang menyimpulkan apa
yang mesti dikerjakan dan teoritis, yaitu yang membantu menyempurnakan jiwa.
Akal teoritis ini dibagi lagi menjadi: fisik (material), terbiasa (habitual)
dan diperoleh ( acquired). Akal fisik sebagaimana sering disebut al-Farabi
sebagai akal potensial, adalah jiwa atau bagian jiwa atau unsur yang mempunyai
kekuatan mengabstraksikan dan mencerap esensi kemaujudan.
5. Teori Tentang Kenabian. Dasar setiap agama langit adalah wahyu dan inspirasi.
Seorang nabi adalah yang dianugerahi kesempatan untuk dapat langsung
berhubungan dengan Tuhan dan diberi kemampuan untuk menyatakan kehendak-Nya. Islam,
sebagaimana agama-agama langit lainnya, mempunyai Tuhan sebagai penguasanya.
Al-Qur’an mengatakan : “Ia tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan – Tuhan
Yang Maha Kuasa tela mengajarnya.” (QS 53:4-5). Adalah sangat perlu bagi
Filosof Muslim memberikan peringatan kepada kenabian, merujukkan
rasionalitasdengan tadisionalisme, dan mewarnai bahasa-bahasa bumi dengan
firman Tuhan.
No comments:
Post a Comment