Friday, May 2, 2014

Al- Farabi (Laporan6_Filsafat Islam)

  Abu Nasr al-Farabi lahir pada tahun 258 H/870 M dan meninggal pada tahun 339 H/950 M. Sebagai pembangun agung sistem filsafat, ia telah membuktikan dirinya untuk berpikir dan merenung, menjauh dari kegiatan politik,gangguan dan kekisruhan masyarakat, ia telah meninggalkan sejumlah risalah penting. Pada tahun 1370 H/ 1950 M, seribu tahun setelah meninggalnya beberapa sarjana Turki menemukan beberapa karyanya yang masih beerupa naskah dan memecahkan beberapa kesulitan yang berkaitan dengan pemikirannya.

Kehidupannya
  Berbeda dengan kelaziman beberapa sarjana Muslim lainnya, al-Farabi tidak menuliskan riwayat hidupnya, dan tak seorang pun di antara para pengikutnya merekam kehidupannya. Biografi yang agak panjang termaktub dalam Walfayat al-A’yan-nya ibn Khalikan, tetapi banyak kelemahannya dan perlu diragukan keasliannya.
  Kehidupan al-Farabi dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu:
Pertama bermula sejak lahir sampai ia berusia lima puluh tahun. Pada periode ini diketahui bahwa ia lahir di Wasij, sebuah dusun dekat Farabi, di Transoziana tahun 258H/870 M. Terlahir sebagai orang Turki, ayahnya seorang jenderal dan ia sendiri bekerja sebagai hakim untuk beberapa lama. Pendidikan dasarnya ialah keagamaan dan bahasa. Ibn Khalikan menyatakan al-Farabi menguasai 70 bahasa.  Semasa hidupnya ia memperoleh studi rasional, sepert matematika dan filsafat. Namun, nampaknya ia tidak puas dengan apa yang diperoleh di kota kelahirannya, lantas ia mengembara menuntut ilmu pengetauan.
Kedua yaitu pada usia tua hingga kematangan penuh. Baghdad sebagai pusat belajar terkemuka abad ke 4 H/ke-10 M adalah tempat pertama ia kunjungi. Ia tertarik untuk mempelajari logika dan diantara ahli-ahli logika disana, Abu Bisyr Matta ibn Yunus-lah kepadanyalah al-Farabi belajar logika. Ia mengungguli gurunya hingga memperoleh sebutan “Guru Kedua”. Al-Farabi tertarik pada pusat kebudayaan lain di Aleppo, tempat orang-orang brilian dan para sarjana dan terdapat Istana Saif al-Daulah. Di Istana tersebut al-Farabi tinggal, dan merupakan orang pertama terkemuka sebagai sarjana dan pencari kebenaran.

Karya-karyanya
  Bila mempercayai laporan-laporan beberapa penulis biografi, seperti al-Qifti atau Abi Usaibi’ah, jumlah tulisannya itu ialah tujuh puluh buah memang terbilang kecil dibandingkan para filosof semasanya. Karya-karya al-Farabi dibagi menjadi dua, yaitu satu di antaranya mengenai logika dan yang lainnya bidang lain. Sedangkan, karya-karya kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, metafisika, etika dan politik. Risalah al-Farabi bersifat ringkas dan tepat, hati-hati dalam memilih kata-kata, dan pernyataan-pernyataan. Ungkapan-ungkapannya memiliki arti yang menghujam, seperti salah satu risalah kecilnya yang bejudul Fusus al-Hikam.
  Perhatian utamanya ialah menegaskan dasar-dasar teori dan landasan doktrin, mempercerah kegelapan-kegelapan dan membicarakan masalah-masalah kontroversial untuk memperoleh kesimpulan yang benar. Karya-karyaal-Farabi tersebar luas di Timur pada abad ke-4 dan 5 H/ke-10 dan 11 M, dan mungkin mencapai Barat.

Filsafatnya
  Filsafat al-Farabi mempunyai corak dan tujuan yang berbeda. ia adalah seorang yang logis baik dalam pemikiran, pernyataan, argumentasi, diskusi, keterangan dan penalarannya. Dimulai dengan studi logika al-Farabi, berikut corak dan unsur-unsur penting filsafatnya:
1. Logika. Ia menyatakan bahwa “seni logika, umumnya, memberikan aturan-aturan, yang bila diikuti dapat memberikan pemikiran yang besar dan mengarahkan manusia secara langsung kepada kebenaran dan menjauhkan dari kesalahan-kesalahan”. Masalah pokok logika ialah topik-topiknya yang membahas aturan-aturan pemahaman. Topik-topik itu dikelompokkan menjadi delapan:
            -   Pengelompokkan                            -   Topik
            -   Penafsiran                                       -   Sofistik
            -   Pengupasan pertama                       -   Retorik
            -   Pengupasan kedua                          -   Puisi
2. Kesatuan Filsafat. Al-Farabi berpendapat bahwa pada hakikatnya filsafat merupakan satu kesatuan, karena itu, para filosof besar harus menyetujui bahwa satu-satunya tujuan adalah mencari kebenaran. Al-Farabi sangat yakin bahwa hanya ada satu aliran filsafat yaitu aliran kebenaran. Kebenaran agama dan kebenaran filsafat secara nyata adalah satu, meskipun secara formal berbeda. Sebenarnya, al-Farabi menerangkan filsafat dengan cara agama dan memfilsafatkan agama, dengan demikian dorongan keduanya ke satu arah, sehinggan keduanya bisa dipahamidan selaras.
3. Teori Kesepuluh Kecerdasan. Teori ini menempatkan bagian penting dalam dilsafat Muslim; ia menerangkan dua dunia; langit dan bumi; ia menafsirkan gejala gerakan dua perubahan. Jumlah intelegensi adalah sepuluh, terdiri atas intelegensi pertama dan sembilan intelegensi planet dan lingkungan, karena al-Farabi mempergunakan teori-teori yang sama digunakan oleh ahli astronomi Yunani, terutama ptolomeus yang berpendapat bahwa kosmos terdiri dari sembilan lingkungan yang semuanya bergerak mengelilingi bumi secara tetap.
4. Teori Tentang Akal. Al-Farabi mengelompokkan akal menjadi akal praktis, yaitu yang menyimpulkan apa yang mesti dikerjakan dan teoritis, yaitu yang membantu menyempurnakan jiwa. Akal teoritis ini dibagi lagi menjadi: fisik (material), terbiasa (habitual) dan diperoleh ( acquired). Akal fisik sebagaimana sering disebut al-Farabi sebagai akal potensial, adalah jiwa atau bagian jiwa atau unsur yang mempunyai kekuatan mengabstraksikan dan mencerap esensi kemaujudan.
5. Teori Tentang Kenabian. Dasar setiap agama langit adalah wahyu dan inspirasi. Seorang nabi adalah yang dianugerahi kesempatan untuk dapat langsung berhubungan dengan Tuhan dan diberi kemampuan untuk menyatakan kehendak-Nya. Islam, sebagaimana agama-agama langit lainnya, mempunyai Tuhan sebagai penguasanya. Al-Qur’an mengatakan : “Ia tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan – Tuhan Yang Maha Kuasa tela mengajarnya.” (QS 53:4-5). Adalah sangat perlu bagi Filosof Muslim memberikan peringatan kepada kenabian, merujukkan rasionalitasdengan tadisionalisme, dan mewarnai bahasa-bahasa bumi dengan firman Tuhan.

No comments:

Post a Comment